Bismillahirrahmanirrahim....
Yey ... my
first post. Actually, ini my second post. Tapi berhubung postingan pertama
isinya cuma welcome aja, jadi postingan yang ini aku nobatkan sebagai my first
post. :)
Tips
Belajar Ala Ma? Yuhuuu
.... Banyak teman-teman bertanya, “Gimana sih cara kamu belajar kok bisa
pinter?” [Dont say I “sombong” karena ini kata orang-orang]. Dan tentu saja
aku selalu bingung menjawabnya. Karena kalau boleh jujur nih ya, aku kan enggak
pinter. Kok? Pokoknya enggak pinter ya enggak pinter. [Belum maksudnya] :D Tapi setelah aku bertapa dengan Petapa
Genit [eits, efek lihat Naruto], akhirnya aku bisa sedikit merumuskan cara
belajar yang selama ini aku pakai. Semoga bermanfaat buat semua :D
Check it
out>>>
Kalau yang
dimaksud pinter adalah bisa menjawab soal saat ujian, ini mah so easy. [lagaknya, sombong] I dont
need more time to do it. Belajar untuk bisa jawab soal, kalau boleh kasih
bocoran, tidak membutuhkan waktu lama. Satu jam cukup lah. Kalau lagi load, dua
jam deh. What? Yang bener? Yups, Makanya ada yang namanya SKS [Sistem Kebut
Semalam, yups*lagi – tapi kalau yang ini kebanyakan orang rela enggak tidur ya -_-]. Karena inilah aku sering dapat cepek
waktu ulangan, bahkan semester kelas dua SMA/MA aku sampai dapat gopek :D [tepuk tangan – perlu enggak sih
dibanggain, biasa aja*iya ya yang pinter :(].
Mungkin karena ini teman-teman bilang aku pinter. Sampai keluar mitos waktu aku
masih tinggal di asrama, “Ma tuh tidur dapat wangsit jawaban, makanya
enggak pernah belajar tapi nilainya bagus-bagus”. Ini salah kaprah namanya.
Oke, gimana
cara belajar untuk yang satu ini? Kalau waktu masih sekolah, prinsipku cuma
satu. “Yang penting sudah dibaca semua walau hanya satu kali”. Apalagi
soal di SMP – SMAku pilihan ganda semua, buatan guru sendiri lagi. Jadi, dengan
kita baca walau sekali, kita bisa ingat dikit-dikit waktu lihat soal dan
jawaban yang tersedia. Gampang banget kan....
“Masalahnya
aku enggak suka baca”,
pasti ada yang ngebatin gitu. Okelah,
aku juga enggak terlalu hobi baca apalagi ngatamin yang namanya buku non-fiksi.
Seperti kamu suka kalau dikasih kisi-kisi sama guru, seperti itulah yang harus
kamu lakukan. Kalau pas ada kisi-kisi malah tambah enak, langsung kita cari
jawaban kisi-kisinya aja. Dipelajari bentar, selesai deh. Kalau enggak? Bikin
kisi-kisi sendiri. “Buat coretan-coretan gitu? Males!” [batin kamu]
Enggak harus kok. Langsung baca poin-poin pentingnya. Kalimat dan
paragraf-paragraf pengantar enggak perlu dibaca. “Gimana bisa tahu paragraf
itu penting apa enggak kalau enggak dibaca?” Caranya, baca aja sekilas satu
– dua kalimat di paragraf, bahkan satu – dua kata pun cukup. Kalau dirasa
enggak penting banget, lewati. Tapi, jangan sampai kelewatan apa-apa yang
pernah diutarakan guru. Enggak mungkin banget kan kalau satu buku itu pernah
diutarakan guru semua. Guru biasanya mengutarakan dan menekankan yang
penting-penting saja. Maka dari itu, memperhatikan di kelas itu penting. Bahkan
aku seringkali ngejawab dari apa yang aku ingat dari yang dibicarakan guru.
Sebenernya ingatanku enggak tajam juga, tapi jalani aja deh, pasti pernah kan
tiba-tiba ingat apa yang diutarakan orang. Nah, dengan begitu kita bisa tuh
ngejawab pertanyaan, walau tidak dengan jawaban memuaskan, ketika ternyata kita
enggak sempet belajar [parah banget – ya aku kan suka nunda-nunda kerjaan]. O
ya, jangan sampai kelewatan juga catatan dari guru. Ini paling pentiiing!
Nah, mudah
enggak menurut kamu? Menurut aku mudah sih. Cepet juga ngelakuinnya. Contoh,
UTS kali ini aku banyakan yang pakai metode di atas. Masuk pukul 8, belajar
pukul 7, masuk pukul ½ 11, belajar pukul 9 – itu pun karena diajak belajar
bareng sama temen -_- [tapi gara-gara
ini aku kena marah “Babe”, karena beliau enggak pernah lihat aku belajar :(]. Masuk kelas segera isi jawaban, enggak
bisa dikarang aja, tapi ngena [ini kalau aku ya.... – kurang hobi nanya temen,
soalnya kelamaan :P]. Selesai
langsung keluar, kadang juga keluar pertama. Bukan sombong, tapi emang enggak
betahan di ruang ujian. Keburu ada kepentingan lain juga [ngeceng, ngapelin
gebetan, ngejus, hang out*lah –-“]
Eits, kalau
bener mau pakai metode di atas, perlu ekstra tambahan buat mata pelajaran
eksakta. Kalau aku, eksakta malah lebih cepet belajarnya, karena cuma
ngehafalin rumus aja. Bahkan, masuk kelas kadang baru buka sambil nunggu
pengawas ujian [parah*lagi]. Tapi syaratnya kita sudah paham bener
langkah-langkah ngehitungnya. Kalau hafal rumus tapi enggak tahu
operasionalnya, muspro [jawa -penj] alias percuma.
Kalau Ujian
Nasional (UN), karena
mencakup banyak materi yang bisa ngembang, metode di atas mungkin kurang
efektif, tapi bisa dicoba asal kalian udah pakai jauh-jauh hari dan dilakukan
setiap hari. :D *perjuangan dikit.
Makanya aku merasa gagal di UN SMA-ku tahun 2012 kemarin, karena aku bahkan
blank waktu di ruang ujian. Huh, udah-udah. Jangan ngomongin UN kemarin. Banyak
bad event yang nyakitin hati banget. :’(
Kalau metode
di atas dipakai pada pelajaran kitab klasik, kalau aku walau lolos tapi
enggak memuaskan seperti pelajaran umum. Setidaknya kalau kitab klasik, buat
coretan-coretan aja deh lebih enak dan singkatnya [tetep lama kaleee*pengorbanan
dikit lah]. Kalau pakai terjemahan, penting dibaca semua walau sekali!
Kelemahan
metode ini, apa yang
kita pelajari nyaris mustahil untuk bisa masuk ke memori jangka panjang. Dan
sangat mendukung bagiku, karena ingatan jangka pendekku lumayan sip. Tapi
karena inilah aku bilang aku enggak belum pinter. Karena, apa-apa yang
aku pelajari, nilai-nilai yang menggiurkan itu gampang banget aku lupa. Coba
tanya aja tentang teori-teori pelajaran. Hampir bisa dipastikan aku sudah lupa,
apalagi aku belum butuh banget sama tuh pelajaran.
“Trus,
gimana kamu bisa aktif menjawab waktu discuse kalau kamu tidak mahir dalam
pelajaran?” Kalau ini
aku emang punya hobi tersendiri. Pertama, hobi musiman membacaku. Kalau
lagi seneng baca-baca, aku suka baca buku-buku tentang problema-problema,
polemik, debat, bukan buku pelajaran >.<
[di samping buku fiksi – enggak boleh ketinggalan :P].
Enggak dibaca semuanya juga, tapi yang unik-unik. Karena masih ada kaitannya
dengan pelajaran, sering juga tuh ditanyakan temen-temen waktu discuse. Berkat
ingatan jangka pendekku ditambah keadaanku yang have fun, aku bisa ngejawab
karena masih ingat. Kedua, aku suka banget menyimak hal-hal berbau di
atas - problema, polemik, debat, terutama hot issue. Cara orang yang menggebu
membicarakan suatu hal, apalagi itu bermutu akan buat kamu suka nyimaknya dan
jadi tahu walau kita enggak hobi baca. Ketiga, aku sangat antusias cari
jawaban kalau ada orang yang tanya tentang sesuatu. Yah, walau sering-sering
aku jawab dari hasil googling atau tanya “Babe”. Saking banyaknya yang tanya,
aku jadi tahu hal-hal yang unik dan ternyata penting serta menunjang pelajaran
aku. :D Keempat, enggak jauh dari
yang ketiga, aku sendiri suka tanya-tanya tentang hal yang tiba-tiba atau nggak sengaja ketemu di jalan yang aku belum tahu. Seringnya ke “Babe” dan SosMed
sih. Mungkin kita sering mengabaikan hal ini karena dianggep enggak penting.
Tapi kalau aku yang penting sekarang ditanyain aja, penting enggak penting
urusan belakangan. :)
Mungkin begitu
belajar singkat dan efektif ala Ma ^^.
Tapi ini bad metode dan pasti sangat tidak disarankan dalam belajar. Karena
belajar itu bukan untuk bisa menjawab pertanyaan, tapi belajar itu biar pinter,
pandai, dan bisa diaplikasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari. Mungkin metode ini sangat menguntungkan bagiku,
baik kuantitas (nilai) maupun kualitas [tapi yang ini agak kurang]. Karena, aku
ditunjang oleh lingkungan yang menuntutku untuk mempraktikkan apa yang aku
punya. Jadi, apa yang aku pelajari walau dengan metode ala Ma ^^ ini, tapi cukup bermanfaat bagiku. Tapi,
kalau buat kalian dan yang lain, aku kurang yakin semua akan bermanfaat.
Kebanyakan pasti kalau sudah selesai akan terlupakan dengan sia-sia [aku juga
sering sih]. Maka dari itu, aku menyarankan kalian untuk belajar yang
sesungguhnya. Belajar dengan tujuan kita bisa dan pintar untuk dipraktekkan
di kemudian hari. Caranya? Setiap hari haruslah kita membuka
pelajaran kita walau satu jam. Setidaknya ulangi indikator yang sudah dikaji di
kelas dan indikator yang akan dibahas mendatang. Minimal itu. Istiqomahkan
alias jadikan rutinitas. Ini akan menjadi long memory kita dan akan memberi
manfaat yang tiada terkira untuk kita, untukku juga. Kita mungkin pernah
berpikir apa pentingnya sebuah ilmu yang kita hadapi ini untuk diri kita. Apa
pentingnya Matematika, Fisika, Kimia, Sosiologi, Geografi, Ekonomi. Kehidupan
sehari-hari kita tidak menuntut teori-teori itu. Tapi sungguh, tidak ada yang
tahu dengan apa yang akan kita dapat di kemudian hari. Aku sudah merasakannya
loh. Bagaimana ia kini memberiku nafkah walau tak seberapa, tapi memuaskan dan
jadi hemat duit. :)
"Satu hal yang perlu kita
tahu tentang kereta api. Tidak peduli ke mana tujuan kita [seringkali kita
tidak tahu apa akibat dari yang kita jalani], yang terpenting adalah
keputusanmu untuk menaikinya."
0 komentar :
Posting Komentar