Apakah kita berbicara tentang mimpi? Banyak orang yang berkata bahwa hidup, kesuksesan dan keberhasilan itu berawal dari mimpi. Semua orang pun membangun mimpi-mimpi mereka setinggi langit. Namun, tidak denganku. Suatu kenyataan bahwa aku tidak mempunyai sebuah mimpi [ow ow :o]. Mungkin karena aku sudah “trauma” untuk bermimpi. Trauma? What happened? Apa yang terjadi? [sok penuh tanda tanya :P]
Taked from Google Image |
Past Moment
Dulu [lagak serius mengawang masa lalu -_-], aku membangun batu-batu mimpi yang tinggi dengan kokohnya. Setiap hari aku terus membangun dan memperkokoh. Aku tidak hanya bermimpi dalam tidur maupun dalam lamun. Aku, seperti kebanyakan orang sukses lakukan, terus berusaha dengan giatnya hingga prestasi terus kutoreh sepanjang waktu.
Taked from Google Image |
Dan akhirnya, tibalah aku menerima hasil, ketika peluang untuk mewujudkan mimpi telah di genggamanku. Bayangan indah akan mimpi-mimpiku yang hendak menjadi nyata telah menari-nari di benakku. Hingga suatu ketika saat mimpi yang bercahaya itu hendak kugenggam ...
Taked from Google Image |
Aku meminta izin dan restu kepada orang tua untuk meraih apa yang kutunggu selama ini. Dan, sungguh tak dinyana mereka tidak mengizinkanku untuk benar-benar memiliki mimpi itu karena mengharuskanku mengelana jauh. Suatu kenyataan pahit yang ku rasakan kala itu bahkan hingga sekarang, mungkin. :( :'(
Sampai saat inipun aku seringkali bertanya dalam lamun tentang apa, mengapa dan bagaimana mungkin orang tuaku tidak mengizinkanku. Berbagai alasan yang mereka tuturkan memang sangat masuk akal. Aku sebagai seorang anak juga mengerti betul bahwa setiap orang tua berharap kebaikan pada anaknya. Apalagi kedua orang tuaku bukanlah orang yang buta aksara dan telah memakan bangku sekolah sampai perguruan tinggi, bahkan. Namun, tetap saja pada akhirnya lelehan air mata yang mengakhiri lamunan yang berkecamuk. [bukan sok melancois dan tanpa pencitraan T_T]
Apa sebenarnya mimpi yang kubangun? Study aboard atau setidaknya Malang-Surabaya-Jogja-Jakarta. Bukan mahal biaya yang dipermasalahkan di sini, karena yang akan ku lalui adalah jalur beasiswa entah apa bentuknya. Hmmm, bukan hal yang buruk dan harusnya patut dibanggakan untuk sekadar berangan bisa mengenyam pengalaman di tempat yang jauh. Apa yang salah? What's wrong? Nothing. Hanya pandangan orang tua seringkali tidak bisa kita pahami. Tapi, bagaimanapun itu, tiada yang bisa disalahkan atas semua persepsi mereka.
Now!
Mimpi. Itu adalah cerita dulu. Sedikit demi sedikit aku bangkit apalagi kulihat banyak orang hebat yang kutemu di kampung kecil ini. Kampung kecil? Ya, kuanggap duniaku ini adalah kampung yang tak berarti sekadar untuk mencari sebuah keberuntungan. Namun mereka yang hebat, memilih untuk di sini adalah sebuah motivasi untukku. Aku sadar, aku tak perlu berkelana jauh untuk memperjuangkan sesuatu yang besar dan menjadi orang besar. Di kampung kecil ini, ada juga hal besar yang patut diperjuangkan. Ada lagi sebuah kalimat dari sahabat tercintaku yang membuatku semakin bangkit dan tertantang. Katanya, “Pandai dan besar di negeri orang itu sudah biasa. Namun, pandai dan besar di negeri sendiri, sungguh tak bisa diuangkan”.
Blessing in Disguise
Satu tahun yang lalu semua itu terjadi. Kesadaran akan kekecewaan yang terpendam seringkali masih muncul. Tapi, sisi sadarku yang lain tak mampu mengelak bahwa berbagai pelajaran berharga kudapat setahun ini. Di samping orang tua, begitu penting dan berharganya arti diriku sekadar membantu mereka meringankan beban berat yang dipikul, sekadar berbagi cerita susah atau apa. Di samping mereka aku juga lebih terjaga. Ini yang terpenting, belajar dan mempelajari hidup. Mungkin gelimang beasiswa yang menjanjikan ketenteraman belajar dengan full-facilitation membuatku buta. Baik memang, tapi terkadang kebaikan bisa melahirkan sebuah kisah tak diharapkan. Sebagaimana kita tahu sendiri tragedi anak rantau.
God Plan
Satu hal yang ku yakini, bahwa Tuhan punya cara sendiri, yang bahkan kita tidak akan pernah menyangkanya, perihal sebuah kejutan untuk sekadar membuat kita bahagia. Barangkali di suatu tempat dan di suatu waktu di masa depan ada secercah keindahan tak terkira tentang kebaikan dunia yang kutata sedemikian indah selama ini, terwujud dengan begitu apik oleh arsitektur rancangan Tuhan. :) "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216) [copas dari blognya Mbak Muna ^^]
Taked from Google Image |
So, sekarang aku tak lagi membangun mimpi. Lagipula, mimpi adalah bunga tidur, bukan? Tak peduli mau jadi apa aku kelak, tak ada mimpi dan tak ada target. Yang terpenting bagiku adalah melakukan usaha yang terbaik segiat yang kubisa. Aku terus gigih seolah buta oleh kesilauan cahaya bahagia yang menantiku di depan sana. Walau aku hanya bisa duduk di kampung kecil ini, tapi aku akan buktikan bahwa aku bisa lebih dari mereka yang ada di jauh sana. Aku juga yakin bahwa Allah akan mempersiapkan hadiah terindah pada orang yang sabar dan tetap gigih. :D
Dream
Mungkin aku juga salah bilamana mengatakan bahwa aku tak lagi akan bermimpi, namun terus be and do the best, karena pada dasarnya tujuannya adalah kebahagiaan yang tiada tersangka. Bukankah bahagia juga sebuah mimpi. Maka, bermimpi bukanlah suatu kesalahan, tapi ia adalah doa dan benih yang hendak kita rawat. Keep your dream and do the best for get it! Hihihi ^^v
Taked from Google Image |